Social Media – Di belantara social media, kita bisa memilih kita ingin dikenal sebagai apa dan siapa. Di belantaranya pula kita bisa memilih apa yang ingin kita bagi dan tidak. Pada social media, kita bisa menjual diri atau melebur diri.
Saya dan papi, pake social media buat jual diri. Mulai dari jualan foto wedding, buka privat fotografi, hingga jadi konsultan pembuatan photobooth. Ga di sangkal, beberapa kali diundang jadi trainer dan dapet pekerjaan dari luar negeri pun itu berkat internet dan tentu saja social media.
Social Media, Mini Galeri Diri
Ini antara benar dan salah, poin benarnya adalah kita memandang seseorang dari bagaimana social medianya. Dari apa yang ia tulis dan unggah, bisa jadi tau dia orangnya cenderung bagaimana bahkan kesukaannya, dia suka kemana aja dan siapa saja temannya. Bagaimana lingkaran kehidupannya bergulir. Secara garis besar bisa dilihat saat kita ngintip social medianya. Poin salahnya, pasti pernah dengar ini ” Remember, you only see what i choose to show ” dan mungkin kita pernah kecele juga, kok di sosmed kayanya orangnya riuh pas ketemu pendiam, atau hal lainnya yang mungkin saat kita bertemu dengan orangnya kita lantas berharap dia seperti apa yang kita lihat di social media. Ya, social media layaknya mini galeri diri.
Jual Diri di Social Media
Entah kita berjualan atau tidak ( saya sih yes ) tapi image kita emang tak luput dari social media kita tentunya. Kepo dikit buka akunnya dan stalking, pengen tau orangnya lagi apa buka snap gram dan berbagai fitur lainnya.
Saya pribadi memandang social media sebagai tempat jual diri, seperti apa saya ingin di kenang dan juga mengembangkan diri karena tak disangkal kehadiran social media sudah banyak membantu hidup saya secara personal maupun karir. Setelah merasakan betapa social media memiliki peran yang besar, saya sekarang ini jadi lebih hati – hati pada apa yang saya bagikan karena di belantara social media kita tak bisa mengatur apa yang orang pikirkan tentang apa yang mereka lihat di beranda kita, tapi kita bisa menuntunnya pada pendekatan seperti apa kita ingin dikenal.
Social Media, Tempat Kita Ditemukan
“ Find me on Path, add me on Facebook, follow me on Twitter – Instagram, connect with me on LinkedIn blablablabla ” banyak banget social media sekarang dan tentu saja punya karakteristik sendiri. Saya lagi seneng selancar di Instagram dan berencana mau hapus akun Path. Path sekarang udah ga terlalu asik aja menurut saya ehehe, lingkarannya itu – itu saja dan yang paling menganggu adalah sering dapetin status nyinyir yang ditujukan pada pengguna Path lainnya *curhat terselubung ?
Dan dari segi karir, saya ga terlalu sering banget bepergian dan sering lupa ngeksis check in haha jadi sepertinya hapus akun Path ga ngaruh apa – apa hehehe.
Social media yang lain jadi cerita beberapa kali saya ditemukan di belantara social media. Social media yang saya isi dengan kegiatan saya lalu berubah menjadi perpanjangan tangan rezeki berikutnya : kawan baru, ilmu baru, petualangan baru, cerita baru.
Oia sedikit cerita tentang keisengan salah satu temen yang bikinin akun instagram @fotoprodukindonesia yang kemudian jadi jalan penuhnya kulkas dan hanger dengan barang yang mengantri di foto. Akun instagram @foto_wedding_bandung saya juga sama, terakhir dapat klien adalah orang Singapura yang menemukan kita di social media. Jadi emang ya, social media jadi tempat kita ditemukan dan bisa berkembang.
Social Media, Trusting Standard
Kita juga begitu, saat berbelanja aja. Pasti merasa lebih percaya pada akun dengan followers bombastis, lebih senang dan cenderung jadi pengikut seseorang yang memang diikuti orang lain, yang komentarnya rame dan segala macam tektek bengeknya. Pada kalangan blogger dan buzzer aja ada standar berapa jumlah followers, friends dan subscribers kita. Seolah itulah yang benar – benar menjadi tolok ukur seseorang capable dan bisa dipercaya atau tidak, walau ga semuanya bener dan kadang dilakukan dengan cara yang tidak etis. But social media is business today, somebody just care about the money.
Dan pernah saya mendapat pekerjaan foto dengan bayaran yang tinggi hanya karena secara iseng saya pernah fotoin produk serupa. Mungkin kalau boleh nebak, dia mengira saya adalah fotografer official untuk produk tersebut mengingat foto saya bagus *kibas rambut ( PLAK wkwkkww )
Setelah melalui proses nego saya mendapati jawaban ini “ Iya saya lihat mba juga ada ig dan temennya banyak dan aktif, yang di share juga bagus – bagus, trus ig yang jualan fotonya followersnya udah lumayan ” begitu katanya. Hingga saya jadi tau betul betapa social media jadi trusting standard seseorang ( kalau kita belum kenal orangnya ) padahal kita tau sendiri juga bahwa di social media kita jadi siapa aja, yang mengontrolnya adalah kita sendiri.
Social Media, Pisau Bermata Dua
Sepertinya segala hal layaknya pisau bermata dua ya. Apalagi social media yang segitu luasnya, yang dalam waktu sepersekian detik bisa menghubungkan kita dengan orang yang ribuan kilometer jauhnya.
Tau social media bermata dua saya main aman saja. Saya gunakan sebisa mungkin untuk menebar manfaat, dan memutuskan ingin seperti apa saya dikenang nantinya. Social media untuk io ? Although he already an artist :p tapi saya berusaha untuk tidak mau sekedar iseng membuatkannya social media, mungkin itu bagus tapi saya memilih tidak karena saya rasa social media terlebih instagram adalah mini galeri nya nanti, saya ingin io mampu menentukan seperti apa ia ingin melabeli dirinya sendiri. Kecuali channel youtube, pernah terpikir ingin bikin but for fun aja kaya io unboxing mainan dan hal semacam itu, selain lucu video kaya gitu juga biasanya bisa cepat menghasilkan dollar *eh ( dasar emak mata duitan )
Btw saya yakin nih poin terakhir tentang social media buat anak banyak menimbulkan pro dan kontra dan it’s okay bagi yang bikin, bagus malah karena tentu saja semua orangtua di seluruh dunia selalu ingin yang terbaik untuk anaknya dan hal tersebut juga punya sisi yang sangat baik. Tapi segala sesuatu apalagi social media, tentu memiliki kadar baik dan buruk pada porsinya, dan bisa banget kan jual diri di social media kaya dan mendapatkan untung dari nge-hitsnya seseorang udah jadi rahasia umum.
Well, tulisan ini dibuat dalam rangka Collaborative Blogging KEB yang mengangkat tema social media, teman – teman bisa kunjungi juga tulisan pertama dari salah satu genk saya mbak Suciati Cristina yang berjudul Social Media? Untuk Apa ? yang ada di web nya KEB.
Nanti grup saya bakal secara berkala juga menulis di website KEB dan berkolaborasi untuk meramaikan topik yang sama. Inilah salah satu serunya social media, saya menemukan mereka dan diketemuin juga sama group Kumpulan Emak Blogger ( Thanks Facebook )
Thank you bagi yang sudah membaca hingga akhir, tak terasa blog post ini lebih dari 1000 kata ternyata ?
Salam hangat,
yasinyasintha.com
Gak kerasa ya, kita temenan di Social media sejak aku punya blog beberapa tahun silam dan akhirnya dipertemukan dalam satu grup sama KEB.
Melalui social media kita banyak menemukan apa-apa yang baru. Dan alhamdulillah kalo kita ditemukan oleh orang lain ya mak. Semoga selalu menebar manfaat ?
Sosmed dl cuman buat merekam memori ttg keluarga buat aku, plus ktmuan sm tmn2 yg menghilang ntah kmn & sosmed mempertemukan kami lagi ❤️ Kl skrg dgn sosmed yg ada jd dpt tambahan penghasilan itu alhamdulillah bgt, yg paling penting buat aku ngerjainnya hepi & ga sutris kl sosmed ga dilirik brand or ahensi ?
Kereennn mbk,aku masih tertatih tatih nih ngebranding diri di socmed,
Makasih sharing pengalamannya ya mbk
Wah keren tulisannya, sosmed bagi saya sebagai salah satu jalan nambah uang jajan xixixi
Iya, meski ada yg bilang aslinya ga kayak di socmed…tetep aja jaman sekarang ya nilai orang dari socmednya. Snapgramnya hahaha, mungkin itu lbh natural ketimbang lihat feed
Nah iyaa mbak bener 😀
Hi Mbak, salam kenal 🙂
pekerjaan saya saat ini bisa dibilang ‘social media’ banget. padahal saya belum sejago mba gitu bisa sampe ‘jual diri’ di sosmed. Feeds instagram aja masih acak-acakan dan foto produk masih apa adanya. Tapi emang iya, kerasa banget sih ya mba, sosmed itu nggak sekedar untuk eksistensi tapi juga membuka pintu rezeki 🙂
Iya mbak alhamdulilah yaa ada socmed 😀
sosmed bisa jadi peluang dpt duit ya, asyik ya jadi berkah
Betul mbak, asal digunakan secara bijak 😀
Ini ni… Menginspirasi… Iseng-iseng moto, malah jadi dapat client, ambil sisi positif dari sosial media.
Iya mbak kalau digunakan secara bijak kan malah jadi asik ya
keren mba Sintha 🙂 semuanya yang dipaparkan setuju bahkan memotivasi ni pengen benerin medsosnya biar bisa dioptimalkan dan manfaatnya terasa hehehe..
Semangat mbak, saya juga masik acak kadut sih hahha
Hahahaha bener pisan. Buat saya mah eksis di media sosial teh perlu. Karena punya barang dagangan 😀 jadi gak ujug-ujug nongol. Saya juga percaya orang mau beli barang jualan punya kita karena salah satunya mereka suka sama (personality) kita. Makanya statusnya emang mesti dipikirin sih. Pengen klihatan galak, baik hati, lucu, sentimentil, baperan, dll.
Nah ini teh superb. Aku percaya ini 😀
Nah iya, sering ketemu orang yang di socmed dan di real life bedaaaa banget. Hihihihihi
Iya mbak, bisa beda banget ya. AKu juga sering mengalami hehe
Mangat teeeh !!