Review Buku Funiculi Funicula : Kisah-Kisah yang Baru Terungkap

review buku funiculi funicula yang memiliki latar di tokyo

Yasinyasintha.com – Beberapa orang begitu berharap memiliki mesin waktu, berharap bisa kembali ke masa lalu dan mengubahnya. Padahal, diri kita sekarang ada karena masa lalu yang sudah dilewati, membaca buku ini karena mampir ke rumah seorang teman yang kemudian memperbolehkan saya untuk meminjamnya. Covernya begitu menarik, judulnya apalagi : Funiculi Funicula, sepintas seperti sebuah mantra. Dan setelah lama tidak menyelesaikan buku sampai tuntas, saya berbangga diri kali ini cukup lancar menyelesaikannya. Tulisan kali ini akan berisi tentang review buku Funiculi Funicula karya Toshikazu Kawaguchi.

Judul: Funiculi Funicula
Penulis: Toshikazu Kawaguchi
Genre: Fiksi, Drama, Fantasi
Jumlah Halaman: 216
Tahun Terbit: 2015 (Edisi Bahasa Jepang), 2019 (Edisi Bahasa Inggris)

Review Buku “Funiculi Funicula”

Novel ini hanya 200 halaman saja, maka sudah pede duluan kalau bisa menyelesaikan buku satu ini. Nyatanya bukan jumlah halaman yang membuat kita mudah menyelesaikan sebuah buku, tapi apa yang ada di dalamnya. Dan bagi orang yang sudah lama tidak membaca buku secara aktif, mungkin buku ini bisa jadi alternatif sebagai pemanasan. Funiculi Funicula berlatar di Tokyo, Jepang membuat otak ikut traveling membayangkan sakura dan suasana di Tokyo. Funiculi Funicula bukanlah mantra, melainkan sebuah kafe misterius di Tokyo dimana pengunjungnya dapat melakukan perjalanan ke masa lalu dengan satu syarat : MEREKA TIDAK BISA MENGUBAH MASA LALU.

Saya kira tadinya buku ini adalah kumcer, namun bukan kok. Meskipun di dalamnya terasa seperti cerpen tapi bukan, satu sama lain kisah saling terhubung. Seru sekali. Ada beberapa karakter dengan fokusnya adalah kembali ke masa lalu dan menyelesaikan perasaan yang belum tuntas dengan orang yang mereka cintai.

Alur Cerita

Kafe bernama unik Funiculi Funicula ini begitu unik karena terdapat sebuah meja dan kursi khusus yang jika orang duduk di sana ia bisa kembali ke masa lalu dengan beberapa aturan yang membatasi seperti durasinya, kesabaran menunggu kursi kosong, dan penekanan bahwa apapun yang terjadi di masa lalu tidak dapat diubah dan tidak akan mengubah masa sekarang. Rasanya kisah di sini begitu lengkap mulai dari permintaan maaf yang tidak pernah terucap, rasa cinta yang tak kunjung tersampaikan dan hubungan yang belum selesai.

Karakter

Ada karakter utama yang dibangun dengan detail emosional yang mendalam, membacanya terasa seperti saya akan mengenalnya. Adalah Kazu Tokita, penuang kopi yang mengantarkan orang – orang dalam karakter buku ini kembali ke masa lalunya. Baik tokoh utama maupun karakter pendukung di setiap bab dibuat jelas sehingga membuat saya terhubung dengan motivasi dan perjalanan batin mereka.

Baca juga : Review Buku: The Book of Forbidden Feelings by Lala Bohang

Pesan Moral

Funiculi Funicula mengajarkan kita bahwa, meskipun kita tidak bisa mengubah masa lalu, kita bisa berdamai dengan diri sendiri melalui pemahaman dan penerimaan. Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti dari waktu, perasaan penyesalan, dan cinta yang tak pernah hilang.

Kesimpulan

review buku funiculi funicula blogger

 

Penulisnya, Kawaguchi menggunakan bahasa yang sederhana dan ringan sekali dalam mengalirkan ceritanya. Ceritanya menjadi mudah diikuti tapi menyentuh hati, konsep unik soal perjalanan waktu alias time travel membuat ini semakin menarik, berapa banyak dari kita sering berharap punya mesin waktu, pergi ke masa lalu untuk memperbaiki sesuatu atau ke masa depan memenuhi penasaran. Konsepnya sama, kembali ke masa lalu tapi cerita yang ada berbeda-beda dan semuanya menarik, tidak ada yang lebih baik atau kurang, rasanya semuanya punya karakter sendiri-sendiri.

Untuk pembaca yang ingin membaca novel ringan dengan cerita yang emosional sekaligus refleksi diri, sepertinya novel ini akan menjadi pilihan yang tepat. Novel ini bukan hanya tentang perjalanan waktu ke masa lalu, tapi bagaimana kita juga bisa belajar dari kenangan di masa lalu untuk maju ke depan. Dari yang saya tangkap, membebaskan diri dari rasa bersalah adalah kata kuncinya, dan terkadang orang yang tidak membiarkan kita bahagia adalah diri kita sendiri. Maka barangkali membaca buku ini bisa sedikit banyak menggugah kesadaranmu, hiduplah dan berbahagialah…

yasinta astuti adalah seorang blogger dan fotografer asal bandung yang memiliki blog yasinyasintha.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *