Perjalanan ke Baduy, Cerita Kali Pertama Ikut Open Trip

perjalanan ke baduy

Yasinyasintha.com – Beberapa hal memang harus menunggu untuk diwujudkan, itulah mungkin pembukaan yang memang tepat untuk memulai cerita ini. Sejak masih single, saya ingin sekali mencoba ikut open trip. Yang murah dan dekat saja dulu, tapi kesempatan tidak pernah datang, sampai kemudian sempat terlupakan dan saya kira hilang, ternyata tidak. Keinginan itu ada di sana, mengendap dan menunggu waktu diwujudkan.

Perjalanan ke Baduy, Memaknai Hidup Apa Adanya

pengalaman trip ke baduy

Terima kasih pada kondisi kehidupan yang sekarang, yang sesekali bisa hedon tertawa riang berkat uang. Kalau ga punya rem cakram pada keinginan, sudah bablas sepertinya terbelenggu dengan nafsu memenuhi keinginan. Lupa pada esensi “apa sih sebenarnya yang dibutuhkan” maka perjalanan ke Baduy adalah hal tepat yang saya lakukan, thank you pada DnD Teman Jalanmu yang open trip perjalanan ke Baduy.

Agak nekad emang nih saya langsung daftar aja untuk ikut open trip langsung ke Baduy yang mengharuskan perjalanan trekking sekitar 25 ribu langkah katanya, padahal sebelumnya saya jarang jalan kaki juga. Tapi selalu ada risiko yang harus diambil untuk sebuah perjalanan bukan? Maka saya bulatkan tekad untuk fix ikut aja, nanti bismillah aja toh kalau ga kuat tinggal melambaikan tangan.

Itinerary Perjalanan Baduy, 2 Hari 1 Malam

itinerary baduy 2 hari 1 malam

Saya bersama 4 orang lainnya, 2 diantaranya adalah pemilik D&D Teman Jalanmu, jasa open trip milik teman bernama Dian dan Dian, hihi lucu ya. Lalu teh Uyung, dan teh Elsa. Teman baru yang bertemu berkat trip ini. See, belum apa-apa sudah mendapatkan pengalaman. Mendapat kenalan baru dalam perjalanan satu tujuan. Titik kumpul perjalanan ke Baduy ini adalah di Rangkas Bitung, maka kami yang dari Bandung diharuskan naik travel menuju Rangkasbitung.

Day 1 Trip ke Baduy

Doc: Wisata Suku Baduy
titik kumpul di Cakuem menuju trekking ke Baduy

Karena mengikuti trip dari DnD maka saya tinggal mengikuti saja, semuanya sudah diurus termasuk untuk tiket travel. Saat itu kami naik travel BTM dengan perhentian akhir di Rangkasbitung tepatnya Ruko Tulip Residence B1 No 18, Bojongleles, Kec. Rangkasbitung, Kab. Lebak, Banten. Berangkat sedari pagi, sekitar pukul 6.00 WIB dan sekitar pukul 10 an tiba di Rangkasbitung.

Setelahnya, datanglah mobil jemputan berupa elf dari trip Baduy. Kami dibawa menuju desa Cakuem, titik kumpul dari semua rombongan yang akan ke Baduy. Di sini kami dibagi menjadi beberapa kelompok, saya berada di kelompok 3 bersama 13peserta lainnya. Pokoknya total yang berangkat saat itu sekitar 80 an orang, rame guys!

Di Cakeum ini, kami bisa beristirahat sebelum memulai trekking. Terdapat warung makan berbentuk rumah.  Kita dipersilakan makan dengan menu tradisional, seperti nasi, ayam goreng, tahu tempe dan sambal. Warung makan ini juga berupa warung, jadi kita bisa membeli cemilan, juga persediaan air. Dan ternyata banyak sekali yang datang dari luar kota, seperti salah satu peserta di kelompok kami yang jauh-jauh datang dari Kalimantan. Oya makan di sini kita harus bayar sendiri ya, tidak ditanggung oleh trip, makan sekitar 25ribuan.

Setelah sholat dan makan, kami bersiap. Oya, kamu yang enggan membawa tas sendiri bisa menggunakan jasa porter dengan biaya 100-150 ribu untuk PP. Porternya sendiri merupakan orang-orang Baduy Dalam itu sendiri, jika  musim open trip tiba ini menjadi salah satu income yang cukup besar bagi mereka. Fyi, porternya ini mulai dari anak-anak 9 tahun hingga orang tua, bergetar hati saya sebetulnya. Anak yang membawa tas-tas kami adalah seumuran anak saya, Armuta namanya.

Trekking ke Baduy Dalam

trekking ke baduy dalam

Dimulai dari Luar Baduy (bukan Baduy) dengan rumah-rumah yang masih bergaya seperti biasa namun berada di antara hutan. Kami menyusuri jalan, jalanannya syahdu diantara pepohonan dengan jalan menurun dan menanjak, sesekali berbatu sesekali hanya tanah. Kuncinya, atur napas tentu saja, dan siapa sangka ternyata cukup berat juga trekking menuju Baduy Dalam itu.

Bisa bayangin ga orang Baduy Dalam yang setiap hari melalui jalanan ini, tanpa peta tanpa smartphone dan ya, tanpa alas kaki. The real percaya pada insting ya.

Sesekali kami berhenti, untuk minum atau istirahat sekedar meluruskan kaki dan mengumpulkan napas. Asli, terjal loh bestie! Sampai di titik berpikir, “gimana ya ini cara turunnya” kala melihat jalan setapak yang cukup curam. Maka di sinilah mengapa kalian akan butuh Trekking Pole baik saat menanjak maupun menurun (nanti saya share juga ya kira-kira bawa apa aja kalau mau ke Baduy).

Menyusuri jalan setapak di tengah hutan, sesekali menemui perkampungan dan happy banget melihat tanda-tanda kehidupan lain (udah kaya di film gitu ga sih haha) nah yang perkampungan yang kami temui itu adalah perkampungan Baduy Luar. Perbedaannya, baju mereka bebas dan menggunakan ikat kepala biru. Sedangkan orang Baduy Dalam menggunakan baju hitam dengan ikat kepala putih.

Jalan yang kami lalui untuk menuju Baduy Dalam ini memang agak memutar, dipilihkan begitu untuk experience-nya ya. Dan agar melewati jembatan akar yang merupakan jembatan yang terbuat dari akar-akar pohon yang saling menyambung, estetik deh pokoknya foto di sini. Tapi agak merinding disko juga melihat aliran sungai di bawahnya yang cukup deras.

perjalanan ke baduy
Foto bersama Suku Baduy Dalam

Sudah hampir 3 jam trekking, tibalah kami di desa terakhir Baduy Luar. Sebuah perkampungan dengan rumah-rumah khas suku Baduy berupa rumah panggung. Dan setelah melewati 2 bukit menuju kesini, baru deh saya merasakan agak pusing. Hari sudah menuju gelap juga, sekitar setengah 5 sore dengan mendung yang sudah mulai menggelayut. TL (tour leader) kami kemudian menginformasikan, bahwa masih ada 4 bukit lagi untuk sampai di Baduy Dalam, estimasi pukul 19.00 – 20.00 an baru sampai ke Baduy Dalam dengan perjalanan membelah hutan.

Nyali saya ciut, saya tidak yakin dengan diri saya apakah bisa kuat berjalan di tengah hutan dalam gelap kendati bersama-sama sekalipun. Terlebih lagi saya yang “sensitif” khawatir sekali saya melihat sesuatu yang tidak seharusnya. Maka tanpa babibubebo saya izin pada teman-teman dari Bandung, saya tidak melanjutkan perjalanan. Saya menginap di perkampungan terakhir sebelum Baduy Dalam, sayang sih but i know myself. Saya tidak mau memaksakan lalu akhirnya akan merepotkan teman seperjalanan.

Semalam di Kampung Baduy

hari pertama trip baduy
kami ber-5 yang memutuskan menginap di Baduy luar

Teman dari grup 3 terus bertanya mengapa, sementara dari usia terlihat saya belum tua (ciee awet muda dong, wkwk) karena beberapa yang lain yang usianya sudah kepala 4, 5 bahkan 6 ada yang melanjutkan perjalanan dengan haqqul yakin. “Iya, daya tahan orang berbeda-beda, maaf ya ga lanjut” begitu saya jawab. Jujur kalau soal fisik mungkin saya masih bisa kuat, namun soal “batin” ini lah yang saya ragu bisa kuat kalau fisik saya terkuras lelah.

Rupanya bukan saya saja yang tidak melanjutkan, teh Dian selaku pemilik trip D&D juga tidak lanjut, teh Uyung juga, juga di sana ada 2 eyang kece yang memutuskan tidak melanjutkan. “Sayonara grup 3, besok kita bertemu lagi di Ciboleger” seru kami senang melihat teman-teman yang semangat melanjutkan perjalanan tapi juga sedih karena kami memutuskan tidak melanjutkan.

Adalah 2 orang baduy dalam yang merupakan porter kami menemani kami di rumah tersebut, adalah Asep dan Armuta. Btw rumah di Kampung Baduy Luar ini berupa rumah panggung dengan atap dari ijuk. Dihuni oleh sekeluarga, berisi Pak Pulung, istri dan 2 orang anaknya.

Di Baduy luar, aturan masih lebih longgar daripada Baduy Dalam. Misalnya saja, penggunaan kompor, adanya toilet, penggunaan sabun untuk mandi, penggunaan smartphone, sandal/sepatu masih diperbolehkan. Sementara di Baduy Dalam jika ingin ke Toilet maka harus pergi ke sungai terdekat, tidak boleh ada teknologi apapun, dilarang mengambil foto juga di Baduy Dalam, mereka sangat memegang teguh aturan yang sudah ada sejak dulu.

Kendati terdapat lampu di Baduy Luar, jangan membayangkan kami tidur dalam terang benderang ya. Karena ada 1 lampu kecil untuk menerangi semua ruangan, dan jika hendak ke toilet, kami harus membawa senter. Salah satu yang akan membantu adalah kalau kalian membawa headlamp.

Menyoal tidur, ruangan rumah ini memiliki 1 kamar. Nah ternyata salah satu ciri perbedaan rumah suku Baduy Dalam dan Luar juga terlihat dari sini, Baduy Dalam rumahnya serupa aula. Tidak ada sekat (katanya loh ya, kan saya ga sampe ke Baduy Dalam hehe) sedangkan di rumah Pak Pulung memiliki toilet, ada kamar dan terdapat sekat dapur. Kami tidur di bawah, beralaskan palupuh (lantai dari bambu) dan tikar , tas sebagai bantal, untunglah bekal sarung. Sebagai alas tambahan sekaligus selimut.

Makan di Perkampungan Baduy Luar

nginep di baduy

Jika saat liburan ke tempat lain kita sibuk mikirin makan apa dimana dan harga berapa, maka ketika kamu memutuskan untuk ikut perjalanan ke Baduy, kamu makan apa yang kamu bawa. Setidaknya itulah yang terjadi pada kami ber-5, kami berikan yang kami bawa ke tuan rumah. Dan tuan rumah akan memasaknya. Beruntung tim DnD itu emang pada gercep, jadi dari awal sudah dibuatkan list apa saja yang harus dibawa dan dibagi pembagiannya, sebagai contoh saya membawa kornet, ada yang membawa mie instan, ikan asin juga sarden.

Lompat sedikit ke teman-teman yang di Baduy Dalam, katanya makanan disiapkan oleh tuan rumah, dan bekal makanan yang dibawa dianggap sebagai oleh-oleh dari pengunjung sebagai tamu untuk orang Baduy Dalam. Mereka sangat senang, karena memang orang Baduy Dalam tidak membeli barang-barang berkemasan seperti mie, cemilan dll. Namun jika seseorang memberikannya, maka akan diterima dengan baik. Oya, dan adanya kemasan-kemasan tersebut, anak-anak Baduy bisa jadi sarana bahan membaca bagi anak suku Baduy. Suku Baduy Dalam tidak sekolah secara resmi, orang tua adalah guru utamanya. Madrasah pertama adalah rumah, esensial sekali.

Kami makan malam ditemani dengan mie instan dengan kornet. Nasi yang dimasak merupakan beras huma yang memiliki tekstur agak keras tapi menurut saya enak, nasi dari beras huma digadang lebih rendah gula, dan masyarakat Baduy terkenal dengan ketahanan pangannya. Mereka bercocok tanam mulai dari beras hingga umbi-umbi an. Dan ke ladang adalah kesehariannya, baik laki-laki maupun para perempuan (selain mengurus anak dan rumah). Lagi-lagi, cerita yang seperti ini sedikit banyak menggetarkan hati, hidup sesuai kebutuhan.

Bincang – Bincang Seputar Baduy bersama Suku Baduy Dalam

ketika di baduy kita akan banyak sekali bertemu dengan anak suku baduy dalam
Anak suku baduy

Malam hari setelah makan, kami berlima menyempatkan untuk berbincang mengenai suku Baduy khususnya Baduy Dalam bersama Asep dan Armuta yang merupakan porter kami. Sungguh senang, meskipun tidak sampai ke Baduy Dalam, saya dan teman-teman masih bisa mengetahui beberapa hal tentang Baduy Dalam.

Oya, bahasa yang digunakan oleh suku Baduy adalah bahasa Sunda yang cenderung kasar. Kamu yang berbahasa sunda dengan bahasa sunda halus pasti sedikit kaget sih, emang gitu ya bukan karena mereka bicara dengan bahasa kasar. “Sep, Armuta dahar heula” kata saya. Dalam hati ngikik kapan lagi bisa ngomong kasar kaya gitu tanpa membuat orang tersinggung (karena begitulah bahasa yang digunakan suku Baduy, Bahasa Sunda yang kasar.

Suku Baduy yang sudah dewasa mungkin bisa sedikit-sedikit berbahasa Indonesia, itu pun tidak terlalu lancar. Sedangkan anak-anaknya cenderung kurang bisa jika ditanya hal-hal yang terlalu spesifik. Dari yang saya lihat, suku Baduy juga cenderung pemalu. Ketika ditawari sesuatu ga langsung barbar atau gimana gitu, mereka juga sangat sopan dengan orang yang datang, adat memuliakan tamu.

Kami berbincang mengenai beberapa yang mengundang penasaran kami, misalnya mengenai agama. Ternyata Suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, singkatnya kepercayaan pada para leluhur. Suku Baduy juga terkenal dengan pepatahnya yang berbunyi “Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” yang memiliki arti mendalam berupa panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung. Artinya apa yang sudah Tuhan berikan dan ciptakan adalah sudah merupakan kebutuhan manusia bukan keinginan manusia. Maka sudah sepantasnya kita menjaga alam.

Disambung dengan kalimat “Gunung teu meunang dilebur, Lebak teu meunang dirusak” yang memiliki arti gunung tidak boleh dihancurkan; Lebak (dataran bawah) tak boleh dirusak. Pepatah yang terkenal dari Baduy soal alam ini sayangnya banyak dilanggar dan kadang bikin sedih. Mengunjungi Baduy setidaknya bikin hati adem melihat alam masih terjaga dengan sangat baik, manusia dan alam berjalan berdampingan.

Oya, orang Baduy juga menikah dengan sepupu agar ikatan keluarga semakin kuat. Sebisa mungkin tak boleh menikah dengan orang luar baduy atau baduy luar. Bahkan ada yang sudah dijodohkan sedari kecil, sekitar 1-2 tahun. Pemimpin suku Baduy dipanggil Puun, nah Puun ini juga lah yang memberi nama anak-anak baduy sebagai berkat bagi anak yang lahir di Baduy Dalam.

Hari Kedua di Baduy

pengalaman trip ke baduy dalam bersama wisuba

Hujan mengguyur tanah Baduy sedari subuh, saya memegang erat ujung sarung dan merapatkan diri ke Eyang. Dingin sekali pagi ini, saya bangkit dan duduk berbincang – bincang sambil menunggu sang surya terbit. Pukul 06.00 di sini, selepas sholat kami membuka pintu. Dan melihat hujan yang turun dengan syahdunya, dari langit jatuh ke atap rumah yang terbuat dari ijuk. Pemandangan yang jarang sekali saya lihat, saya menikmatinya.

Di dapur, Asep dan Istri Pak Pulung sudah menyiapkan makanan. Kami makan sarden pagi ini, masih dengan nasi huma, alhamdulilah nikmat. Sambil makan, sambil membahas rencana pulang menuju Ciboleger. Dengan hujan yang tak kunjung reda, akhirnya kami putuskan berangkat, untuk kami membawa jas hujan sekali pakai. Barang-barang sudah dipacking, kami kemudian bersiap setelah sempat beberapa menit keliling dan berfoto seadanya diantara rintik hujan yang turun.

pengalaman perjalanan ke baduy dan menginap di baduy luar
Kiri hari pertama di Baduy, kanan: trekking menuju pulang meninggalkan baduy

Sebelum pulang kami berpamitan tentu saja dengan Pak Pulung sekeluarga, suku Baduy ini ikhlas memberi dan melayani tamu, namun sebagai tanda terima kasih, kami berlima patungan uang, ya lumayan minimal buat ganti beli beras yang kami makan.

Secara spesifik kami meminta jalan yang paling mudah, dan ternyata trekking yang dibutuhkan hanya sekitar 2 jam saja dengan trek yang lebih bersahabat. Asep dan Armuta memilihkan rute menuju perkampungan luar baduy terdekat, dari situ katanya kami bisa naik ojek ke Ciboleger, titik kumpul peserta termasuk peserta lain yang lanjut ke Baduy Dalam kemarin. Rupanya sudah ada ojek- ojek nongkrong menunggu, kami langsung naik. Biayanya 50.000 untuk mengantar ke Ciboleger, cukup terjangkau menurut saya karena jalan yang dilalui benar-benar menantang, batu-batu segede baskom, hanya sedikit saja jalan yang beraspal.

Sementara Asep dan Armuta tetap berjalan kaki, suku Baduy terutama Baduy Dalam memang tidak diperbolehkan naik kendaraan maupun menggunakan alas kaki. Uwow banget ga emang suku Baduy ini. Kami menempuh perjalanan dengan ojek sekitar 1 jam kurang, sampai Terminal Ciboleger.

trip baduy via ciboleger

Yang lucu adalah selang setengah jam Asep dan Armuta ini sampai, sampai terheran-heran kami ini. Cepat sekali mereka berjalan. Di Ciboleger ini terdapat banyak warung-warung makan, sudah ada Alfamart juga ya, jadi bisa ngadem gitu eh beli minuman dingin maksudnya hehe. Kamu yang mau mandi juga bisa di warung-warung ini, biayanya 5-10 ribu saja untuk mandi. Jadi perjalanan pulang menuju rumah tubuh dan pakaian sudah bersih.

Warung yang kami kunjungi ini menyediakan menu makanan sejenis warteg, nasi dan lauk ambil sendiri. Makan di sini start 20 ribu saja tergantung kalian makan dengan lauk apa.

Oleh – Oleh dari Baduy

oleh - oleh baduy

Biasanya saya tidak terlalu suka berburu oleh-oleh tapi perjalanan kali ini bikin saya excited sih emang. Jadi tentu saja berburu oleh-oleh tidak saya lewatkan, apalagi perjalanan kali ini saya tidak membawa anak-anak dan tidak sama Papi jadi bawaan lebih ringkes. So apa saja yang bisa dibeli sebagai oleh-oleh dari Baduy? Saya coba tuliskan ya.

  • Madu Baduy, dikenal karena keasliannya. Madu Baduy merupakan madu alam bukan hasil ternak. Selain madu yang biasa, ada juga madu hitam yang rasanya pahit tapi juga cukup laris karena khasiatnya untuk kesehatan. Untuk harga sekitar 50-100 ribu
  • Tas Koja, tas ini terbuat dari serat kayu. Dibuat seperti anyaman dan tali temali, harganya start 15 ribuan
  • Gula Batok, sepintas mirip dengan gula kawung/gula aren. Namun bentuknya seperti batok2 kecil. Harganya 10 ribuan, saya juga beli untuk Mamah yang suka masak.
  • Gelang-gelang etnik dan gantungan kunci, berkunjung ke sebuah daerah ga lengkap kalau ga beli gantungan kunci khas daerah tersebut. Harganya start 5 ribuan saja, bisa borong banyak nih.
  • Baju dan Batik Baduy, batik dengan warna biru tua adalah batik khas baduy. Maka selain kaos untuk anak, saya turut membeli juga batik Baduy untuk oleh-oleh. Ada juga dress batik yang sudah jadi, saya turut membeli juga 1 dress batik baduy untuk Yaya, harganya 50 ribu saja.

Pusat oleh-oleh Baduy ini tidak jauh dari Warung Makan di Ciboleger tadi, cukup dengan berjalan kaki sekitar 200 meteran kita sudah tiba di kawasan oleh-oleh suku Baduy. Di sini kita juga bisa melihat suku Baduy (luar) menenun kain. Cantik-cantik alami sekali warga Baduy ini, selain berbelanja bisa juga nih foto-foto dengan gadis baduy atau anak-anak Baduy.

Suku Baduy yang berada di kawasan ini lebih mudah berkomunikasi, mungkin karena mereka terbiasa dengan pengunjung, sehingga lebih luwes juga dalam berkomunikasi.

Setelah berbelanja, kami kembali ke warung makan. Menunggu peserta lain yang datang. Terlihat sekali wajah lelah tapi bahagia di wajah teman-teman kami yang trekking dari Baduy Dalam menuju Ciboleger. Sebelum bubar tim travel menutup kegiatan trip Baduy 2 hari 1 malam, kami berpisah juga dan naik elf diantar menuju Rangkasbitung lagi, sekitar jam 4 sore tiba di Rangkas dan perjalanan pulang ke Bandung.

yasinta astuti merupakan travel blogger sekaligus mom blogger asal bandung yang melakukan perjalanan ke baduy dalam dan membagikannya di blog
Selfie di sekitar perkampungan baduy luar

Last but not least…

Waktu bersama keluarga adalah yang terbaik, perjalanan bersama keluarga juga tak ternilai harganya untuk dikenang, tapi bepergian sendiri ikut open trip ternyata juga tak kalah menyenangkan. Bagi Ibu terutama, yang kadang merasa “hilang” diantara banyaknya peran. Jadi Ibu saja udah banyak urusannya, belum lagi ketika punya peran juga sebagai pekerja, bertambah sudah tugas yang harus diselesaikan.

Ada yang bertanya ketika saya ikut open trip ke Baduy “Melarikan diri ya sist?” tanyanya sambil cekikan dan tanpa berpikir saya menjawab “Justru menemukan diri aku mah” sambil tersenyum. Karena iya, terkadang dengan bepergian sendiri sejenak, melakukan apa yang kita mau adalah jalan menemukan diri sendiri, meng-adjust apa yang sebenarnya penting. Dan ya! sepulang dari perjalanan Baduy, hati jiwa raga terisi penuh.

rekomendasi tas ransel untuk hiking

Saya ceritakan kepada anak-anak terutama Vio tentang perjalanan ke Baduy, mimpi saya bertambah nanti mah ke Baduy lagi pengen ajak anak-anak ahh.

Well, tidak terasa ternyata 2800 kata saya tulis di sini dan itu belum semua. Mungkin saya akan menuliskan lagi tentang Baduy, atau mungkin tempat lain? Hihi, see you mate!

yasinta astuti adalah seorang blogger dan fotografer asal bandung yang memiliki blog yasinyasintha.com

 

 

 

 

6 thoughts on “Perjalanan ke Baduy, Cerita Kali Pertama Ikut Open Trip

  1. Kereeeeennnn ❤️
    Penuh makna dan pembelajaran. Pengalaman yang tak kan terlupakan ya sis.
    Ditunggu tulisan perjalanan ke tempat-tempat lainnya ya 🤗😘

    1. Boleh bawa mah, tapi ga boleh dipake kak kalau shampo dan sabun. Kalau pasta gigi mah boleh kok dipake

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *