The Day I Stopped Comparing, I Found My Happy Place
Yasinyasintha.com – Saya masih tersenyum getir saat mendengar kalimat pembanding itu keluar, entah disengaja atau tidak. Hati saya masih sedikit meletup saat melihat tajamnya pandangan mata dan perbedaan – perbedaan semakin menusuk hati. Tapi anehnya, tak ada air mata kali ini. Tak ada juga hati yang melolong bertanya apakah kekurangan dan salah diri, hati saya membaik dan menguat. It’s getting bigger and stronger.
Allert !!! Tulisan ini akan mengandung curhat dari yang empunya blog, sebagai catatan diri pernah berhasil melewati masa begini. Yang empunya blog udah mulai mudah lupa soalnya, dan menuliskannya akan membantunya mengingat bahwa dia sama hebatnya dengan orang yang seringkali menjadi pembandingnya, setiap orang istimewa dengan caranya.
Barangkali melawan diri sendiri adalah hal paling berat yang pernah dialami dan paling sering terjadi. Sekitar 4 bulan yang lalu saya merasa “hilang” seperti tubuh hanya melakukan tugasnya tanpa menikmati proses setiap harinya, saya masih merinding jika mengingat bahwa malam – malam yang saya lewati adalah tentang merutuki diri sendiri yang banyak kurangnya, apalagi saat anak – anak tidur. Perasaan aneh itu muncul, mengerikan.
Saya sering ditinggal papi ke Jakarta, dengan rumah yang cukup besar, lelah yang tak berujung, waktu yang selalu dirasa kurang. Doa jadi satu – satunya kekuatan, kekhawatiran ini itu yang berlebih berujung pada rasa diri yang tertekan. Bulan – bulan kelahiran Elvira, sekitar setahun yang lalu, susah payah saya membangun benteng bahwa menjadi ibu rumah tangga sama hebatnya dengan mereka yang punya karir di luar sana, menjadi ibu anak dua adalah anugerah yang tak terhingga, anak – anak saya adalah karir saya. Dalam membangun benteng ini saya memiliki teman dekat, terima kasih Raisa dan teh Meli.
Tapi sekuat apapun benteng jika dihantam terus menerus pada akhirnya akan roboh pula, dan itu menjadi masa terberat yang saya alami. Hantaman itu mungkin terdengar sepele, hanya berupa kalimat pembanding bahwa si A lebih baik, lebih hebat dari saya. Bahwa kenapa tak adakah hal lain yang bisa saya lakukan selain ngurus dua anak di rumah tanpa asisten rumah tangga ? Bahwa saya kurang ini, kurang itu, kurang banyak.
Jika pada awalnya saya kuat, suatu hari saya menemukan diri saya yang lelah tumbang luar dalam, sering menangis tiba-tiba dan melihat segala yang saya lakukan dan kenakan salah, saya tidak suka bercermin karena melihat itu sebagai sebuah kekurangan. Gurat halus di wajah yang mulai tampak, kulit saya yang kusam, badan saya yang tak lagi bagus, pokoknya segalanya salah. Yang paling mengerikan adalah saya merasa bukan ibu yang baik, tidak pantas untuk mengurus ia dan io.
Kamu gakan bisa bahagiain orang kalau diri kamu ga bahagia.
Allah Menyembuhkan, Waktu Memulihkan
Butuh waktu lama bagi saya untuk bisa ” kembali ” 100% dan ini merupakan proses. Saya beruntung menyadari ada yang salah dengan diri saya dan cara pandang saya, dan mengapa saya mengizinkan orang untuk membandingkan diri saya dengan orang lain yang sama sekali tidak relevan.
Hari ini, saya memandang ini sebagai sebuah proses. Saya telah berhasil mencintai diri saya sendiri, dan menemukan diri saya lebih bahagia. Bercermin tak lagi salah saat ini, kerutan di wajah masih tetap ada, dan saya tak memandang itu sebagai sebuah kesalahan dan kekurangan. Saya memandangnya sebagai pengingat bahwa usia saya tak lagi muda ( hehe ), badan saya yang lebih gempal adalah tanda saya bahagia bisa makan enak setiap hari, bisa menyusui aktif ia hingga saat ini.
Dalam sujud – sujud yang lama saya menemukan diri saya sembuh. Berkali – kali saya membisikkan diri saya sendiri ” La Tahzan, Innallaha Maana “ bahkan sampai saat ini. Inilah kalimat yang menyembuhkan saya dari dalam, dan tentu saja terapi bars yang pernah saya share di ig pribadi. It’s helpful, a lot.
Allah menyembuhkan, waktu memulihkan. Kini tak lagi rasa ingin membandingkan diri saya dengan siapapun, everyone shine in their place and their time. I am lovely, ada dua anak yang selalu mencintai saya dalam keadaan saya berantakan sekalipun, and it’s a deep deep love, very healing. Ada papi yang senantiasa memeluk saya menjadi support system terbaik saat saya mulai berderai air mata, ada Mamah dan Bapak yang dengan cinta kasih sepanjang jalan dan ada teman – teman yang menyayangi saya seperti saudara, dan ada Allah yang setiap saat menjaga saya dalam kebaikan, apa yang lebih penting dari hal – hal ini ?
The day i stopped comparing, i found my happy place.
Inilah saya yang mencintai kekurangan saya seperti saya mencintai kelebihan saya.
“Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu.”
– Ali Bin Abi Thalib –
One thought on “The Day I Stopped Comparing, I Found My Happy Place”
One thought on “The Day I Stopped Comparing, I Found My Happy Place”